cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia
ISSN : 2655514X     EISSN : 26559099     DOI : http://doi.org/10.38011/jhli
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) terbit dengan nomor ISSN baru mulai volume 5 nomor 1. Sebelumnya, “JHLI” terdaftar dengan nomor ISSN: 2355-1350 dengan nama Jurnal Hukum Lingkungan (JHL). Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) merupakan salah satu wadah penelitian dan gagasan mengenai hukum dan kebijakan lingkungan, yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) setiap 6 bulan sekali.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 6 No 1 (2019): Oktober" : 7 Documents clear
PLN vs Energi Terbarukan: Peraturan Menteri ESDM Terkait Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Suci Modjo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.89

Abstract

Mengingat keadaan iklim tanpa musim yang menyediakan sinar matahari sepanjang tahun dan tipe perumahan yang umumnya melekat dengan tanah, penggunaan panel surya atap sebagai sumber energi alternatif harusnya digalakkan di Indonesia. Di antara pelbagai cara pemberian insentif penggunaan panel surya adalah melalui pengurangan halangan peraturan dalam tahap instalasi, dan pembelian kelebihan tenaga oleh Pemerintah dengan harga yang diunggulkan. Tulisan ini membahas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Peraturan ini memberi kewenangan yang luas kepada PLN, dari izin instalasi hingga pembelian kelebihan tenaga dengan potongan harga, yang secara praktis menempatkan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup pada posisi yang lebih lemah dibanding dengan pembangkit listrik komersial. Pemberian kewenangan yang luas kepada PLN tersebut merupakan pelanggaran konstitusi, bertentangan dengan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan diversifikasi sumber listrik, dan secara umum kontra-produktif terhadap upaya pengurangan emisi dari pembangkit listrik.
Tanggung Jawab Negara dan Korporasi Terhadap Kasus Impor Limbah Plastik di Indonesia (Perspektif Konvensi Basel dan Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM) Muhammad Busyrol Fuad
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.90

Abstract

Limbah plastik belakangan mendapatkan perhatian yang cukup serius mengingat tingkat eskalasi permasalahannya yang begitu signifikan. Pada 10 Mei 2019 sebanyak 187 Negara mengambil satu langkah besar untuk mengendalikan krisis perdagangan plastik dunia dengan memasukkan limbah plastik dalam amandemen Konvensi Basel 1989. Selain itu, jika dicermati, perpindahan lintas batas limbah plastik dalam skema perdagangan global tersebut melibatkan berbagai kepentingan komersial pada aspek ekspor-impor. Tulisan ini ingin mengkaji bagaimana tanggung jawab negara dan korporasi terhadap kasus impor limbah plastik di Indonesia dalam sudut pandang Konvensi Basel dan Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM.
Kesesuaian Pengaturan Pemanfaatan Zona Migrasi Biota Laut dalam Peraturan-Peraturan Daerah Provinsi dengan UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU WP3K) Dalila Doman
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.118

Abstract

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K) merupakan ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan dan masyarakat.[1] UU No. 27 Tahun 2007 juncto UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU WP3K) adalah regulasi pengelolaan WP3K yang meliputi salah satunya kegiatan koordinasi perencanaan sumber daya WP3K dan proses alamiah, secara berkelanjutan.[2] Salah satu tahap perencanaan pengelolaan WP3K adalah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).[3][1] Indonesia, Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 27 tahun 2007, LN Tahun 2007 No. 84, TLN No. 4739, Paragraf Pertama Penjelasan Pasal 2. [2] Indonesia, Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 1 Tahun 2014, LN Tahun 2014 No. 2, TLN No. 5490, Pasal 1 angka 1 dan Indonesia, Op. Cit., Pasal 5.[3] Ibid., Pasal 7 ayat (1) huruf b dan Penjelasan I. Umum, 3. Ruang Lingkup, a. Perencanaan.
Dari Inpres Moratorium Sawit Hingga Kebijakan Tata Kelola Industri Sawit Presiden Jokowi: Studi Kasus Penerbitan SK Pelepasan Kawasan Hutan PT Hardaya Inti Plantations di Buol, Sulawesi Tengah Adrianus Eryan
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.122

Abstract

Pada September 2018, Presiden Jokowi menerbitkan Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit). Namun, hanya dua bulan berselang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk kebun sawit seluas 9.964 hektare di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, kepada PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP). Keputusan ini memicu kontroversi dan protes dari berbagai kalangan, dari Bupati Buol, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga masyarakat sipil. Berbagai kajian menyatakan bahwa penerbitan SK Pelepasan Kawasan Hutan tersebut melanggar Inpres Moratorium Sawit. Tulisan ini hendak membahas penerbitan SK tersebut secara induktif, dimulai dari proses penerbitannya hingga melihat lebih jauh gambaran kebijakan tata kelola industri sawit di era Presiden Jokowi, baik dari segi teori, legislasi, hingga studi kasus PT HIP. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan melihat kesesuaian studi kasus dengan peraturan perundang-undangan serta kebijakan yang melandasinya.
Tentang Ekor Yang Tak Lagi Beracun: Kritik Konseptual Atas Sanksi Administratif dalam Hukum Lingkungan di Indonesia Andri Gunawan Wibisana
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.123

Abstract

Sanksi administratif merupakan sanksi yang sangat penting, dan dalam banyak kasus merupakan sanksi yang harus pertama kali diterapkan, dalam penegakan hukum lingkungan. UUPPLH memiliki beberapa ketentuan mengenai jenis dan urutan penjatuhan sanksi administratif. Ketentuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri LH Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Artikel ini bermaksud membahas jenis sanksi administratif dalam hukum lingkungan Indonesia, serta mengevaluasi dan mengidentifikasi beberapa kekeliruan dalam memahami sanksi administratif, yang pada akhirnya dapat dan telah berkontribusi pada tidak efektifnya penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Artikel ini menemukan dua kekeliruan dalam konsep sanksi administratif di Indonesia. Pertama, UUPPLH dan Peraturan Menteri LH bermasalah dalam memahami paksaan pemerintah. Kedua, UUPPLH dan Peraturan Menteri LH mencampuradukkan dan menyamakan antara uang paksa dengan denda administratif. Kedua persoalan dalam penafsiran sanksi administratif ini berkontribusi pada melemahnya sanksi administratif sebagai sanksi yang seharusnya paling utama dalam penegakan hukum lingkungan.
Reorientasi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup Melalui Perjanjian Penangguhan Penuntutan Deni Daniel; Azam Hawari; Marsya Mutmainah Handayani
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.148

Abstract

Penegakan hukum pidana lingkungan sejatinya ditujukan untuk mewujudkan tujuan dalam UU 32/2009. Namun, proses persidangan seringkali rumit, mahal, dan lama sementara lingkungan yang tercemar dan/atau rusak membutuhkan pemulihan yang cepat dan tepat. Hal ini membuat rekonstruksi paradigma penegakan hukum pidana, khususnya lingkungan hidup dibutuhkan. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba menggagas Perjanjian Penangguhan Penuntutan sebagai salah satu solusi alternatif dalam sistem peradilan pidana lingkungan hidup. Perjanjian Penangguhan Penuntutan dapat menjadi salah satu solusi alternatif terhadap permasalahan proses ajudikasi, khususnya pada pelaku korporasi yang selama ini belum optimal karena dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum pidana lingkungan.
Analisis Putusan PTUN NO. 7/G/LH/2019/PTUN.BNA Antara Walhi Melawan Gubernur Aceh Atas Penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan PLTA Tampur Antonius Aditantyo Nugroho
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 6 No 1 (2019): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v6i1.152

Abstract

Pada 19 Agustus 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melawan Gubernur Aceh atas penerbitan Keputusan Gubernur Aceh No. 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tanggal 9 Juni 2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ±4.407 ha atas nama PT Kamirzu di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh (selanjutnya disebut Objek Sengketa). Setelah melalui masa persidangan selama 5 (lima) bulan sejak gugatan diajukan tanggal 11 Maret 2019, Majelis Hakim PTUN Banda Aceh memutuskan bahwa Objek Sengketa tidak sah, dan mewajibkan Tergugat untuk mencabut Objek Sengketa.  Perhatian pegiat lingkungan hidup atas Desa Lesten-Pining, Kabupaten Gayo Lues yang diatur dalam Objek Sengketa rupanya telah muncul sejak tahun 2016 hingga 2017. Pada September 2016,  Pemerintah Aceh mulai membangun jalan akses dari Kecamatan Pining ke wilayah Desa Lesten yang selama ini terisolasi.[1] Karena khawatir perambah semakin mudah masuk dan merusak Kawasan Ekosistem Leuser yang menjadi lokasi Desa Lesten-Pining, pegiat lingkungan hidup menyarankan agar masyarakat Desa Lesten direlokasi dan tidak perlu dilakukan pembangunan jalan pada kawasan tersebut.[2] Namun setelah pembangunan jalan tetap dilaksanakan dan selesai dilakukan, Pemerintah Aceh justru menyetujui pembangunan PLTA Tampur, sehingga masyarakat Desa Lesten harus direlokasi karena Desa Lesten akan ditenggelamkan.[3] Patut dicurigai bahwa alasan pembangunan jalan untuk membebaskan masyarakat Desa Lesten dari isolasi hanyalah kedok bagi Pemerintah Aceh untuk menyediakan akses bagi masuknya pembangunan PLTA di Kawasan Ekosistem Leuser.[1] “Lesten Tidak Lagi Terisolir”, Serambinews.com, 4 September 2016, https://aceh.tribunnews.com/2016/09/04/lesten-tidak-lagi-terisolir , diakses 25 Oktober 2019.[2] Junaidi Hanafiah, “Desa Lesten Akan Ditenggelamkan Demi Alasan PLTA Tampur”, Mongabay, 21 Agustus 2019,  https://www.mongabay.co.id/2019/08/21/desa-lesten-akan-ditenggelamkan-demi-alasan-plta-tampur/, diakses 25 Oktober 2019.[3] “Dampak Pembangunan PLTA, Seluruh Warga Lesten Direlokasi”, Teropong Aceh, 7 Oktober 2016,  http://teropongaceh.com/dampak-pembangunan-plta-seluruh-warga-lesten-direlokasi/ , diakses 25 Oktober 2019.

Page 1 of 1 | Total Record : 7